Bukan Ancaman Tekstil, APSyFI Justru Menilai BMAD jadi Solusi Persaingan Sehat
Rencana kebijakan kenaikan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk polyester oriented yarn dan draw textured yarn(POY-DTY) yang diterapkan pemerintah menuai perhatian dari berbagai pihak. Salah satunya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengkhawatirkan kebijakan ini dapat mengganggu persaingan usaha dan merugikan industri hilir tekstil.
Namun, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai bahwa kekhawatiran tersebut perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas. Ketua APSyFI, Redma Gita Wirawasta menuturkan bahwa kebijakan BMAD yang diberlakukan pemerintah justru merupakan upaya untuk memulihkan kondisi industri dalam negeri yang selama ini terganggu oleh praktik perdagangan tidak adil, yaitu dumping.
“Harusnya kan persaingan usaha itu sehat, ya. Dan dalam konteks ini, pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menjalankan tugasnya. Mereka sudah menganalisis, mencari bukti, dan akhirnya terbukti bahwa memang ada praktik dumping,” jelas Redma dalam keterangan tertulis.
Ia menambahkan bahwa dumping adalah praktik usaha yang tidak sehat dan berdampak buruk terhadap pelaku industri nasional. Oleh karena itu, kebijakan BMAD ini wajib bergulir karena menciptakan playing field yang adil bagi industri tekstil.
“Dumping ini kan praktik usaha yang nggak sehat. Artinya, seharusnya KPPU juga punya sensitivitas untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik semacam itu,” katanya.
Redma menegaskan bahwa kebijakan ini tidak muncul tanpa dasar. BMAD diterapkan setelah Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), lembaga resmi pemerintah yang ditunjuk untuk menangani kasus dumping, melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa produk impor dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari harga normal atau harga di negara asal.
Baca Juga: BPS Catat Industri Tembakau Minus 3,77% di Kuartal I 2025, Moratorium Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Perlu Dilakukan
“Ini bukan cuma opini kita. Ini sudah dibuktikan sama otoritas pemerintah (KADI), institusi yang memang punya wewenang dan koridor hukumnya. Jadi mereka punya landasannya,” ujarnya.
Terkait kondisi pasar saat ini, KPPU menyoroti bahwa satu perusahaan lokal terlihat mendominasi pasokan POY di Indonesia. Namun APSyFI memberikan klarifikasi bahwa dominasi tersebut terjadi akibat praktik dumping yang merusak industri tekstil, khususnya sektor hulu.
“Kalau dari concern KPPU, memang sekarang kondisi untuk POY itu kelihatannya cuma satu company yang dominan suplai ke dalam negeri. Tapi sebenarnya produsennya ada lima. Cuma, karena praktik dumping dari impor, tiga di antaranya tutup. Satu lagi cuma produksi sedikit. Jadi, kenapa sekarang kelihatannya satu company yang dominan? Ya karena yang lain pada mati duluan," terang dia.
Untuk itu, pihaknya menegaskan bahwa penerapan BMAD justru bertujuan untuk memulihkan persaingan usaha dengan menghidupkan kembali perusahaan-perusahaan lokal yang sebelumnya terpaksa berhenti produksi akibat serbuan produk dumping. Sehingga pasar tidak lagi didominasi satu pemain dan kondisi industri menjadi lebih sehat serta seimbang.
Baca Juga: Menkop Dorong Kopdes Merah Putih Jadi Pusat Industri Desa
"Justru kita minta diberlakukan anti-dumping supaya kondisi ini bisa dibalik. Supaya perusahaan-perusahaan yang tadinya mati itu bisa aktif lagi. Jadi pasar nggak lagi didominasi satu pemain saja. Harusnya malah makin sehat, kan?,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa dengan adanya kebijakan BMAD, produksi POY diperkirakan bisa mencapai 430 ribu ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 300 ribu ton akan dipakai oleh perusahaan anggota APSyFI untuk keperluan produksi mereka sendiri, sementara sisanya, dan sekitar 130 ribu ton akan dijual ke pasar dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan industri lain.
“Kalau tiga perusahaan yang dulu mati itu hidup lagi, mereka bisa produksi total 430 ribu ton. Sebagian buat mereka sendiri, dan sebagian bisa gantiin impor yang sekarang masih masuk 130 ribu ton,” katanya.
Redma juga menyoroti pentingnya keadilan dalam harga jual. Menurutnya, para pelaku industri dalam negeri tidak keberatan bersaing, asalkan berada di level harga yang adil dan setara.
Lebih jauh, ia menambahkan bahwa ada produk yang bahkan dijual di Indonesia dengan harga USD0,95 per kilogram. Padahal harga normal pasar ada di kisaran USD1,15 sampai USD1,20. “Harga normal POY itu sekitar USD1,15 sampai USD1,2 per kilo. Tapi sekarang ada yang jual di bawah USD1, bahkan sampai USD0,95. Jelas ini indikasi dumping,” tegas Redma.
Meski demikian, APSyFI menghormati posisi dan peran KPPU dalam menjaga persaingan usaha di Indonesia. Redma berharap KPPU juga melihat kebijakan BMAD sebagai bagian dari upaya memulihkan persaingan yang sehat, bukan sebagai hambatan baru.
“Saya rasa KPPU belum nangkep soal ini. Ini kan sebenarnya predatory pricing. Tapi dengan komunikasi yang baik, saya yakin semua pihak bisa punya pemahaman yang sama soal pentingnya melindungi industri kita,” tutup Redma.
-
3 Resep Sayur Bening Sederhana, Enak dan MenyehatkanMUI Tegaskan Bunuh Diri dalam Kondisi Damai Tak Masuk Kategori Mati SyahidDitinggalkan Trump, China Datang Janjikan Dana Tambahan US$500 Juta ke WHOCek Indikasi Obstruction of Justice di TKP Tewasnya Brigadir J, Komnas HAM: Semakin MenguatApa yang Bikin Malaysia Jadi Juara Kunjungan Turis di ASEAN?Kabar Baik datang dari Jakarta, AlhamdulilahPrakiraan Cuaca Jakarta Selasa 2 Agustus: Pagi Cerah Berawan, Malam BerawanSuper Sibuk, Pekerja di China Ramaikan Tren 'Olahraga' Baru di KantorData Kemenkumham: Ada 5,3 Juta WNA ke Bali Sepanjang 2023Buzzer Goreng Isu Formula E, Mereka Mau Semua Program Spektakuler Anies Baswedan Gagal
下一篇:FOTO: Drama Peragaan Busana Victoria Beckham di Paris Fashion Week
- ·Bursa Eropa Melemah Seiring Ketidakpastian Hukum atas Tarif AS
- ·Jokowi Beberkan Isi Pembicaraan dengan Presiden Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky
- ·Diapit Jokowi dan Iriana, Jan Ethes Tonton Langsung Penutupan ASEAN Para Games 2022
- ·Kasus Investasi Bodong Binomo, Indra Kenz Segera Disidang di PN Tangerang
- ·Anggota KPPS Meninggal, Benarkah Kelelahan Bisa Picu Kematian?
- ·Interpelasi terhadap Anies Berbuntut Panjang, Nama Harun Masiku dan Juliari Diseret
- ·Daftarkan Pandai ke KPU, Farhat Abbas Optimis Partainya Jadi Peserta Pemilu 2024
- ·MUI Tegaskan Bunuh Diri dalam Kondisi Damai Tak Masuk Kategori Mati Syahid
- ·5 Ide Kado Valentine Selain Cokelat, Tak Biasa Tapi Berkesan
- ·Rahasia Diet ala Marshanda, Berhasil Turunkan BB hingga 17 Kg
- ·Mantan Anggota DPRD yang Jadi Bandar Sabu Dituntut Hukuman Mati
- ·Kecelakaan Maut di Pulogadung, Penumpang Motor Tewas Terlindas Truk Tangki
- ·Mitos atau Fakta, Benarkah Udara Dingin Bisa Picu Alergi?
- ·Daftarkan Pandai ke KPU, Farhat Abbas Optimis Partainya Jadi Peserta Pemilu 2024
- ·1 Orang Luka Akibat Kebakaran di Tambora, Petugas: Kena Percikan Api
- ·Soal Dugaan Penipuan, LQ Indonesia Berharap Polri Presisi dan Promoter
- ·美国旧金山音乐学院怎么样?
- ·Pemprov DKI Banding Putusan PTUN soal UMP 2022, Wagub Riza: Untuk Kepentingan Semua
- ·Mantan Anggota DPRD yang Jadi Bandar Sabu Dituntut Hukuman Mati
- ·Ditanya soal Masih Punya Utang, Edhy Prabowo: Emang Salah?
- ·Data Kemenkumham: Ada 5,3 Juta WNA ke Bali Sepanjang 2023
- ·Soal Perpres Miras, PAN Salahkan Tim Hukum Jokowi
- ·Jangan Aneh
- ·IDAI Pastikan Tak Ada Lonjakan Kasus Gagal Ginjal pada Anak
- ·FOTO: Mesaharati, Tradisi Unik Bangunkan Sahur di Mesir
- ·Waktu Terbaik untuk Bercinta Menurut Islam, Benar di Malam Jumat?
- ·FOTO: Mencari Anjing Paling Menggemaskan di Dunia
- ·Cek Indikasi Obstruction of Justice di TKP Tewasnya Brigadir J, Komnas HAM: Semakin Menguat
- ·Ramai Hukuman Mati buat Koruptor, Komnas HAM: Enggak Ada Korelasi...
- ·Sinarmas Sekuritas Bantah Lakukan Penipuan
- ·Harashta Haifa Zahra dari Jabar Sabet Gelar Puteri Indonesia 2024
- ·Warga Australia Usul Ganti Nama Pantai Chinamans karena Dinilai Rasis
- ·Nasib Anies Baswedan, Sepatu Basah Gara
- ·Waktu Terbaik untuk Bercinta Menurut Islam, Benar di Malam Jumat?
- ·Nasib Lukas Enembe Ditentukan Hari Ini Usai Diperiksa
- ·IDAI Pastikan Tak Ada Lonjakan Kasus Gagal Ginjal pada Anak